Rahasia Huruf Alif
Oleh : Mabin Langitan
Pada: 12/10/2019
Rahasia Huruf Alif

Kata Alif adalah sesuatu yang tersusun dari rangkaian huruf alif, lam dan fa’ karena darinya terangkai (ta’aluf) beberapa kalimat, kebanyakan dari perkataan orang juga megandung huruf alif. Ibnu “arabi menyebut alif sebagai “akar tempat tegak berdirinya huruf-huruf” (qayyum al huruf) : segala sesuatu bergantung pada alif, sementara alif tidak bergantung kepada apapun. Dan disini, kami akan mencoba membawa makna aluf dari berbagai sisi.

  1. Alif yang hanya patut untuk tuhan

Alif adalah huruf awal dari susunan huruf hija’iyah. Ini menandakan bahwa ia adalah dari segalanya, yang tidak akan pernah menjadi awal melainkan ia sepi dari persifatan hadist (baru), dan yang berhak atas alif semacam itu hanyalah Allah, tuhan yang maha awal, sebagaimana firman-Nya; “huwa awwalu wal akhiru”. Juga tersebut dalam do’a kanjeng Nabi Muhammad Saw “ Allahuma antal awwalu fa laisa qablaka syai’un, wa anta akhiru fa laisa ba’daka syai’un.

Dalam ilmu hisab jumal, alif mempunyai nilai (satu). Hal ini menandakan bahwa allah itu wahid. Kata wahid dalam segi bahasa digunakan untuk mewujudkan makna isim dan sifat. Menunjukan isim dalam artian Allah Dzat-Nya satu, Ia satu tanpa tersusun dari dua bagian atau lebih. Dan lafadz wahid tidaklah patut disandingkan kepada orang lian melainkan hanya Allah Ta’ala, karena hanya Dia yang maha sempurna dalam sifat dan Af’alnya.

Kemudian menunjukan sifat dalam artian Allah sifat-Nya hanya satu, Dia satu yang menafikan kam (sesuatu yang bisa dibagi), karena dia tidak terbagi. Contoh, Allah mempunya sifat qudroh, dia qudroh (kuasa) atas segala hal, dan  bukan terbagi semisal qudroh ini atas perkara ini namun tidak qudroh atas perkara lain.

Alif dalam pembahasan ini juga menunjukan Wahdaniyah Allah dalam Af’alnya, yakni Allah adalah satu-satunya dzat yang sangat memungkinkan atas kehendaknya untuk menciptakan nakhluk dengan berbagai ragam wujud dan sifat, dan selain Allah tidaklha memungkinkan melakukan hak tersebut, sebagaimna firman Allah; “wallahu kholaqokum wa maa ta’lamun”.

Dan keseluruahan makna Alif di atas terangkum dalam kalam Allah; “Alif lam mim”, karena alif dalam tersebut menunjukan makna tauhid, mim menunjukan makna Penguasa seluru alam (muluk), dan lam hang terletak diantaranya menunjukan sebuah kepemilikian. Dari sini bisa diambil arti bahwasanya “alif lam mim” adalah sebuah isyarah bahwa Tuhan penguasa alam raya ini adalah satu, Allah Azza wa Jalla.

Ketika kita merenung kembali tentang huruf alif yang tidak pernah menerima harakat, maka lalu kita ingat bahwa akan ke mahaan Allah yang tidak pernah menerima pemberian, karena dia adalah maha pemberi (al-Wahab), dia berdiri sendiri, tidak berhajat kepada yang lain (al qiyamu binafsihi) dia berdiri sendiri, bahkan dialah yang secara terus menerus mengueus makhluknya.

Berkaitan dengan posisi Allah sebagai sang maha Pemberi, terdapat sebuah kisah dari salah seorang sahabat Nabi Saw bernama Abdullah ibnu Mas’ud. Dalam kisahnya beliau bercerita “apabila kami menegakan ibadah salat bersama nabi, kami membaca do’a yang artinya : semoga salam sejahtera dilimpahkan kepada Allah dari hambah-Nya, dan juga kepada si Fulan dan Fulan. Lalu Nabi bersabda dengan nada teguran: jangan kalian mengucapkan : “semoga salam sejahtera dilimpahkan kepada Allah, karena sesungguhnya Allah-lah pemilik dan pemberi salam sejahtera itu. Tetapi ucapkanlah : segala kehormatan adakah kepunyaa Allah, demikian pula rahmat dan kebaikan itu. Salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya semoga dilimpahkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad)  Saw. Salam sejahtera semoga jga dilimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Karena apabila kalian mengucapkan kalimat ini pasti mengenai setiap hamba di langit atau hamba antara langit dan bumi. Seterusnya beliau mengumandangkan kalimay tauhid: Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang pantas disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa anbi Muhammad utusan Allah, kemudian beliau berdo’a dengan memilih salah satu do’a yang disukainya.

Kata alif dalam bahasa arab antara lain berarti mengasihi senada dengan arti rahmah. Disinilah, kita dapat membuka tabir informasi dari huruf alif, bahwa Allah memiliki sifat kasih sayang yaitu rahman dan rahim. Rasullah Saw. mengingatkan kita agar selalu berakhlak dengan akhlak Allah yang maa kasih dan maha sayang, yang kasih-Nya tiada pilih kasih dan sayang-Nya tiada pandang sayang demikinlah seharunya dalam mengerungi kehidipam di alam fana’ ini, sehingga mampu menemikan kedamaian dan kasih sayang dalam hidup, baik dunia maupun akhirat kelak.

  1. Alif yang diposisikan untuk manusia

Ketika huruf alif kita posisikan sebagai makhluk cipataan allah, maka di atas alif akan ditemukan titik agung yaitu sang maha pencipta yang maha tinggi dan lagi maha agung, yang dalam bahasa al qu’ran dengan “Al-‘Aliyu al-‘Adzimu” yang kekuasannya meliputi langit dan bumi, rahmatnya melampaui segala sesuatu, dan nur cahaya-Nya amat indah menerangi semesta. Allah maha tinggi dan maha agung. Kita boleh berusaha meraih kedudukan yang tinggi, mendapatkan ilmu yang banyak, dan memperoleh sejuta macam harta kekayaan, akan tetapi semua itu berada dalam genggaman Allah, keagungan ada di tangan-Nya dan kemuliaan adalah milik-Nya. Dia bisa berbuat apa saja sesuai kehendak-Nya. Dia maha agung, yang keagungan-Nya tidak dapat dijangkau hanya dengan penglihatan mata jasmaniah, tetapi juga harus memfungsikan hanya dengan penglihatan mata bathiniyah, sehingga kita dapat merasakan keagungannya. Dala perjalan hidup, kita sudah terbiasa menggunakan mata fisik untuk melihat ke luar diri kita, sehingga sulitmerasakn keagungan-Nya. Hal ini terjadi, karena mata hati kita telah menjadi buta. Allah berfirman: “sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetai yang buta adalah hati yang berada dalam rogga dada. Untuk itulah Rasulullah Saw. mengingatkan kita agar senantiasa merenungkan ciptaan-Nya. Dan dalam perenungan yang meyelinap sampai ke reung hati itulah akan ditemukan keagungan-Nya.

Pada bagian teratas huruf alif akan kita temukan titik ata, yang merupakan bagia terdekat dengan titik agung, yang dalam bahasa al Qur’an disebut ‘Al Muqorrabun”, yaitu orang-orang yang dekat kepada Allah, mereka hidup dengan penuh kedamaian, dan kelak akan mendapatkan kenikmatan yang melimpah dalam surga sebagai wujud kasih sayang-Nya. Keadaan mereka digambarkan degan kitab suci: “mereka itulah orang-orang yang didekatkan kepada Allah, mereka berada dalam surga kenikmatan, berada di atas dipan yang bertah-tahkan emas dan permata, dikelilingi anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas cerek dan sloki berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, dan buah-buahan dari apa yang meraka pilih, dan daging burung dari apa yang yang mereka inginkan, dan didampingi bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. Begitulah indahnya kenikmatan yang akan diraih al-Muqorrabun, sehingga pantaslah kiranya kita merebut posisi itu dengan cara memantapkan tauhid, mengikhlaskan ibadah dan menyuburkan akhlak karimah.

Pada bagian terbawah huruf aif dapat kita temukan pula titik bawah yang merupakn bagian terjauh dengan titik agung, yang dalam bahasa al-Qur’an disebut “Asfala Safilin” itu? Pertanyaan tersebut dijawab oleh Allah dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tapi tidak dipergunakan nya untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka mempunyai mata, tapi tidak dipergunakannya untk melihat tanda-tanda kekuasan Allah, dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak digunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang lalai.

Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa firman Allah “Tsumma Radadnahu Asfala Saafilina” adalaj kembali ke tingkat pikun, yaitu manusia yang kal sehatnya telah hilang atau kembali seperti bayi yang baru lahir. Demikian dalam hadis yang diriwayatkan oleh ibnu Jarir dari Al-‘Ufi yang bersumber dari Ibnu Abbas, suatu ketika Rasulullah ditanya tentang kedudukan orang yang pikun. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Allah dengan menurunkan ayat selanjutnya, yaitu Al-Qur’an surat At-Tin (95) ayat 6 yang menegaskan bahwa mereka yang beriman dan beramal saleh sebelum pikun_hilang akalnya_ akan mendapat pahala yang tidak putus-putus.

Hanya karena persoalan tidak berfungsiny akal sesuai kehendak Allah, manusia bisa disertakan dengan seekor binatang ternak, bukan dalam kapasitasnya ssebagai “bahan baku daging potong”, tetapi kesetaraan itu dalam siakp dan tingkah laku dan nilai kualitas hidup sebagai hamba Allah. Kita sebagai makhluk ciptaan-Nya, semestinya selalu bersykur kepada-Nya, yang telah menciptakan kita dalam bentuk yang paling sempurna. Manakala syukur itu diabaikan, ketahuilah, bahwa azab Allah akan datang. Syukur itu harus ditampilkan dalam bentuk sikap patuh dan tunduk kepada-Nya, karena semua apa yang da dilangit dan dibumi adalah kepunyaan-Nya dan semua tunduk kepadan-Nya. Dia berkuasa atas segala sesuatu, dan kekuasaan-Nya tergambar dalam rakaman firman-Nya: “Katakanlah Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, engkau berilan kerajaan kepada yang engkau kehendaki, dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki, Engkau memuliakan orang yang engkau kehendaki, dan enhkau hinakan orang yang engkau kehendaki. Di tangan engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Naha Kasa tas segala sesuatu.

Dilihat dari segi bentuk, alif adalah huruf yang berbadan tegak, hal ini menandakan bahwa sebagai manusia kita harus teguh pendirian, yakni bisa diartikan dengan teguh dalam beraqidah, dan kuat dalam beriman, juga bisa menunjukan makna tegas, yakni tegas dalam membla kebenaran dan melawan kemunkaran, tegas untuk mengatakan sesuatu yang benar walaupun itu sangat pahit dan lan sebagainya.

Selain itu, alif yang masuk dalam katagori ini adalah alif yang terdapat dalam lafdz basmallah. Coba kita perhatikan, dalam lafadz basmallah, Alif yang bermulaberbadan tegak kemudian lebur dan luluh ketika bersanding dengan lafdzul jalalah (lafadz Allah), hal ini menunjukan bahwa alif sebagai manusia hadits (baru), dan segala sesuatu yang hadits bila bersanding dengan yang qodim (Allah), maka ia akan lebur, fana’ dan menyatu dengannya, dan hal ni biasanya terjadi kepada para ahli ma’rifat billah. Karena mereka sadar bahwa sejatinya tiada sesuatu yang wujud di dunia ini kecuali Allah Swt. dan dalam maqom ini, seseorang sudah bersama Allah dimanapun ia berada. Firman Alla Swt; wa huwa ma’akum ainama kuntum.

Alif dalam basmalah ini juga bisa diartikan bahwasanya sebagai manusia kita harus tawadhu’, terlebih kepada Allah swt, karena hanya Dialah yang berkuasa di dunia ini, firman Allah; Inna Allaha ‘ala kulli sya’in qodir.

Kemudian alif fa’il yakni yang berada dalam isim fa’il semisal ‘amilun ‘abidun, dzakirun, dll. Hal ini menunjukan bahwa manusia wajib melakukan ikhtiyar, manusia harus melakukan sebuah usaha untuk mendapatkan sesuatu, karena Allah tidak merubah nasib hambah-Nya sehingga mereka mau berusah untuk merubah nasibnya sendiri, firman Allah Swt; innna Allah la yughoyyiru ma bi qoumin hatta yughoyyitu ma bin anfusihim.

Selanjutnya adalah alif al-‘ibarah, yakni alif yang mengibaratkan seoran mutakallim, seperti lafadz ana, alif ini mempunyai makna bahwa manusia harus mempunyai sifat percaya diri, karena tanpa sifat percaya diri, seseorang tidak akan mendapatkan kesuksesan, dan tanpa adanya sifat percaya diri, maka jangan harap orang lain mau mempercayai diri kita. Dengan percaya diri, manusia bisa lebih mengetahui hakekat dirinya sendiri sehingga ia pun akan mengetahui wujud kebenaran mutlak, ia akan mengetahui tuhannya, karena sebagaimana sabda Kanjeng Nabi Muhammad Saw. “Man ‘Arafa nafsahu’arafa Rabbahu.

Sekarang, ketika kita memandag huruf Alif dengan pandangan yang jernih, akan kita temukan sisi kana dan sisi kiri yang sama, lalu kita sandingkan temuan itu dengan baasa al-Qur’an, maka kita akan mampu menangkap mutiara-mutiara indah yang nilainya sangat tinggi. Sisi kanan dalam al-Qur’an disebut dengan golongan kanan atau (ashabul yamin), yaitu hamba-hamba Allah yang taat dan patuh mengikuti ajaran-Nya. Dan sisi kiri dalam Al-Qur’an disebut dengan golongan kiri (Ashabus Syimal), yaitu hamba-hamba Allah yang mengingkari ajaran-Nya. Di sinilah nitralitas huruf alifdapat kita temukan. Alif yang mempunyai arti mengasihi, maka sisi kanan dan sisi kiri, keduanya mendapatkan kucuran kasih. Ketika alif kita terjemahkan dengan Allah, maka kasih Allah akan mengalir kepada manusia beriman (golongan kanan) dan juga mengalir kepada manusia kafir (golongan kiri) semuanya menerima kasih-Nya sebagai wujud sifat rahmn-Nya yang meliputi segala sesuatu.

Dan ketika huruf alif disambung dengam huruf lain, maka hanya dapat disambung ke arah kanan sebagai lambang kebenaran dan keadilan. Allah Swt. akan selalu berpihak kepada kebenaran dan keadilan, dan akan bertindak seadil-adilnya. Dia akan memberikan bahasa kebaikan kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat baik dan berkiblat kepada kebenaran. Demikian pula sebaliknya, Allah akan memberikan balasan keburukan kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan keburukan dan berkiblat kepada kebatilan.

Huruf alif yang hanya dapat disambung kearah kanan sebagai lambang kebenaran dan keadilan, memberikan informasi kepada kita, bahwa pelakunya akan mendapatkan kenikmatan yang dapat mengantarkan menuju kebahagiaan yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan duni dan akhirat. Demikian pula sebaliknya, huruf alif yang tidak dapat disambung ke arah kiri sebagai lambang kejahatan, juga memberikan informasi kepada kita, bahwa pelakunya akan diganjar dengan azab yang penuh penderitaan. Oleh karena itu, apabila kita masih cenderung ke arah kiri, atu mungkin masih berada di sebelah kiri, segeralah berbalik dan berlari menuju ke arah kanan untuk menikmati hidangan Allah, yaitu hidayah, sehingga rahmat kasih sayang-Nya, dua-duanya dapat kita raih, yaitu kasih sayang-Nya dimas kini dan masa mendatang sebagai kebahagiaan jangka panjang yang abadi di akhirat kelak.

Kalau rahmat Allah belum kita rasakan, bukan karena rahmat-Nya yang terbatas, akan tetapi karena kita sering kali menutup rahmat itu. Ada sebuah ilustrasi: cahaya matahari dapat menerangi alam semesta. Tetapi dalam hutan yang lebat, cahanya dapat tertutupi oleh lebatnya dedaunan, sehingan pepehonan di bawahnya tidak tertembus cahaya. Hal itu terjadi bukan karena keterbatasan cahaya matahari, tetapi karena lebatnya dedaunan yang ada dihutan itu sendiri. Kalau kita belum merasakan adanya rahmat Allah, mungkin karena kita menutup diri, mungkin karena dosa-dosa kita masih selebat dedaunan di hutan, dan mungkin juga karena kita masih setia bergandengan deng sifat hewani, sengingga rahmat kasih sayang-Nya tiada terasa. Mahabenar Allah lagi Mahaluas Ilmu-Nya

 

Artikel Terkait

TASHIHUL QIRO’AH

TASHIHUL QIRO’AH

PELAJARAN KE-IV TASHIHUL QIRO’AH Hamzah ((أ Hamzah keluarnya dari tenggorokan yang paling dalam. Sifatnya jahr (nafas ditahan), syiddah (suara tertahan), istifal (lidah dibawah), infitah (terbuka antara lidah dan langit-langit atas), ishmat (alot/ lamban), mutawasith...

Mantan Hafidz, Kok Bisa?

Mantan Hafidz, Kok Bisa?

Mantan Hafizh, kok bisa? Ini adalh sebuah pertanyaan dari penulis yang harus anda jawan sebelum membaca buku ini. Jawabanya cukup Anda sampaikan di benak saja. Atau, jika memang perlu, silahkan ucapkan liwat bibir, tanpa perluh berpikir siapa yang akan mendengar dan...

Sifat-sifat Huruf

Sifat-sifat Huruf

PELAJARAN Ke-III SIFAT-SIFAT HURUF Sifat menurut bahasa ialah sesuatu yang menempati pada sesuatu yang dapat memberi makna seperti: Putih, hitam, dan sesuatu yang menyerupainya. Sedangkan menurut istilah ialah sesuatu yang timbul pada saat keluarnya huruf dari...

Pengertian Tajwid

Pengertian Tajwid

Tajwid menurut bahasa merupakan bentuk masdar dari fi’il Madli Jawwada yang berarti membaguskan, menyempurnakan, memantapkan. Menurut istilah Ilmu tajwid ialah ilmu yang berguna untuk mengetahui bagaimana cara memenuhkan atau memberikan hak huruf dan mustahaqnya. Baik...

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share This